Keunikan Sambut Idul Fitri di Berbagai Daerah di Indonesia

Oleh Ratin Wahyu Juniatma

JAKARTA — Setelah melalui bulan Ramadan yang penuh berkah, umat Islam di Indonesia merayakan kemenangannya dengan suka cita dalam Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran. Tradisi ini tidak hanya sekadar “mudik” dan “sungkem”. Tiap daerah di Indonesia memiliki ritual tersendiri yang dipenuhi dengan makna mendalam.

Berikut ini adalah tradisi lebaran di berbagai daerah Indonesia:

1. Grebeg Syawal (D.I. Yogyakarta)
Grebeg Syawal merupakan perayaan yang penuh kegembiraan dan syukur di Yogyakarta setelah menyelesaikan bulan Ramadan. Tradisi ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak abad ke-16.

Setiap tahunnya, tujuh gunungan berisi aneka macam barang, seperti gunungan lanang/kakung dan gunungan wadon/estri, dibawa oleh abdi dalem dari Keraton Yogyakarta ke tempat-tempat suci seperti Masjid Gedhe Kauman, Pura Pakualaman, dan Kantor Kepatihan.

Di sana, gunungan-gunungan tersebut didoakan terlebih dahulu sebelum kemudian diperebutkan oleh masyarakat.

2. Perang Topat (Nusa Tenggara Barat)
Di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, terdapat tradisi unik yang disebut Perang Topat, yang melambangkan kerukunan antara umat Hindu dan Islam yang hidup bersama. Sebelum perang dimulai, masyarakat mengadakan doa dan ziarah ke makam-makam suci di sekitar Pantai Tanjung Karang dan Pantai Bintaro.

Ketika perang berlangsung, ketupat-ketupat yang digunakan sebagai senjata kembali diperebutkan, karena dipercaya membawa kesuburan yang melimpah.

3. Ronjok Sayak (Bengkulu)
Di Bengkulu, terdapat tradisi bernama Ronjok Sayak, di mana masyarakat membakar tumpukan batok kelapa setinggi satu meter setelah salat Isya pada 1 Syawal. Tradisi ini dilakukan dengan penuh kehormatan dan doa-doa yang dipanjatkan, karena masyarakat mempercayai bahwa api merupakan jembatan antara manusia dan leluhur.

4. Binarundak (Sulawesi Utara)
Binarundak adalah tradisi khas dari masyarakat Motoboi Besar di Sulawesi Utara. Mereka membuat nasi jaha selama tiga hari berturut-turut setelah Hari Raya Idulfitri. Nasi jaha ini dimasak dalam batang bambu dan memiliki rasa gurih dari santan serta aroma jahe yang khas.

Tradisi ini tidak hanya sebagai bentuk silaturahmi antar sesama, tetapi juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.

5. Festival Meriam Karbit (Kalimantan Barat)
Di Kalimantan Barat, Festival Meriam Karbit menjadi simbol keberanian dan semangat kebersamaan masyarakat. Festival ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut sebelum, saat, dan setelah Lebaran.

Selain menjadi tradisi menyambut Lebaran, festival ini juga merupakan bagian dari warisan budaya dengan nilai historis yang kuat, terkait dengan sejarah berdirinya Kota Pontianak.

6. Ziarah Rumah Gadang (Sumatra Barat)
Urang awak biasa melakukan tradisi ziarah rumah gadang di Suku Mandahiliang, Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat ketika merayakan Idul Fitri.
Kaum ibu biasa membawa rantang berisi makanan untuk disantap bersama dan seluruh makanan yang disediakan merupakan khas Minang yang terkenal dengan cita rasanya, seperti rendang gulai ayam, ikan asam padeh, dan lain-lain.

7. Tradisi Ruwahan (Jakarta)
Masyarakat Betawi kerap menggelar tradisi ruwahan di malam takbir Idul Fitri berupa pengajian dan tahlil yang diselenggarakan bersama-sama untuk mendoakan para arwah keluarga yang telah berpulang.

Tradisi ini juga diselingi dengan makan bersama dengan menu makanan khas Betawi, seperti semur, ketupat sayur Betawi, asinan, pecak ikan, hingga sayur gabus pucung.
Sedangkan di hari lebaran, masyarakat Betawi umumnya mengunjungi rumah saudara lalu dilanjutkan dengan berziarah kubur ke makam keluarga.

Tradisi mendoakan orang yang telah meninggal dipercaya sebagai sebuah tindakan kebaikan. Kebaikan tersebut nantinya diharapkan kembali kepada mereka dalam bentuk apa pun, seperti umur panjang, rizki, jodoh, atau kenyamanan dalam menjalankan hidup yang kerap kali ditimpa tantangan.

8. Sungkeman Pangabekten (Solo)
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki tradisi Sungkeman Pangabekten yang digelar di Kompleks Keraton Solo oleh kesultanan. Tradisi ini dibuka untuk warga.
Tradisi Sungkeman Pangabekten merupakan upacara yang dihadiri sejumlah pejabat penting kesultanan, termasuk kepada abdi dalemnya.

Selanjutnya ada tradisi lainnya antara lain Malam Selikuran untuk menyambut Lailatul Qadar, Paring Dalam Zakat Fitrah (pendistribusian zakat firah dari keluarga besar Keraton Solo), hingga Kirab Hajat Dalem Grebeg Syawal.

Jika Grebek Syawal dilakukan pada hari Idul Fitri, maka Sungkeman Pangabekten ini diselenggarakan pada hari sesudahnya. Tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun ketika Islam mulai berada di Tanah Jawa dan menggugah hati para rakyat serta para petinggi keraton.

Setiap tradisi Lebaran di Indonesia mengandung kekayaan budaya dan spiritualitas yang unik, menjadi cerminan dari keberagaman dan kekayaan budaya bangsa.

Bagaimana dengan tradisi Lebaran di Malaysia?

-Jakarta