Jepang Rencanakan Ekspor Emisi CO₂ ke Malaysia untuk Penyimpanan Bawah Tanah
Pemerintah Jepang bersama perusahaan-perusahaan energi besar negara tersebut tengah menjajaki rencana untuk mengekspor emisi karbon dioksida (CO₂) ke Malaysia guna disimpan secara permanen di bawah tanah. Langkah ini merupakan bagian dari strategi Jepang untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 melalui penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
Pada September 2023, Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang (METI), bersama Japan Organization for Metals and Energy Security (JOGMEC) dan perusahaan energi nasional Malaysia, PETRONAS, menandatangani Memorandum Kerja Sama (MoC) untuk mendukung proyek CCS lintas batas. Tujuan dari kerja sama ini adalah untuk memfasilitasi pengangkutan dan penyimpanan CO₂ dari Jepang ke lokasi-lokasi penyimpanan di Malaysia, dengan target pengiriman pertama pada tahun 2028.
Beberapa perusahaan Jepang, termasuk JERA, Mitsubishi Corporation, ENEOS, dan JX Nippon Oil & Gas Exploration, telah menandatangani perjanjian studi bersama dengan PETRONAS untuk mengevaluasi rantai nilai CCS. Proyek ini mencakup penangkapan CO₂ dari kawasan industri seperti Teluk Tokyo dan pelabuhan Nagoya, kemudian mengangkutnya ke Malaysia untuk disimpan di ladang gas yang telah habis masa produksinya, seperti ladang M3 di lepas pantai Sarawak.
Malaysia dipilih karena memiliki cadangan akuifer asin dalam jumlah besar yang cocok untuk penyimpanan CO₂ jangka panjang. PETRONAS, melalui anak perusahaannya PETRONAS CCS Ventures, telah menandatangani perjanjian dengan konsorsium Jepang untuk memulai studi kelayakan dan pengembangan infrastruktur penyimpanan CO₂.
Namun, rencana ini mendapat kritik dari kelompok lingkungan hidup. Organisasi Friends of the Earth Japan menyebutnya sebagai bentuk “kolonialisme karbon”, dengan alasan bahwa Jepang seharusnya mengurangi emisi di dalam negeri daripada mengekspor masalahnya ke negara-negara Selatan Global seperti Malaysia. Mereka juga menyoroti bahwa teknologi CCS masih mahal, berisiko tinggi, dan belum terbukti efektif secara luas.
Meski demikian, pemerintah Jepang dan Malaysia terus mendorong kerja sama ini sebagai bagian dari transisi energi Asia yang lebih bersih dan berkelanjutan. Jika berhasil, proyek ini dapat menjadi model bagi kolaborasi CCS lintas batas di kawasan Asia-Pasifik.



