Pelemahan Rupiah: Refleksi Kondisi Bangsa dan Tantangan Ekonomi Global
Oleh : Sayyid Sanjaya Nur Wakhid – Mahasiswa Bisnis di International Islamic University of Malaysia
Mata uang suatu negara sering kali diibaratkan sebagai air yang jernih, di mana kita dapat melihat gambaran wajah atau karakter bangsa melalui pantulannya. Namun, apabila air tersebut keruh, maka gambaran yang terlihat pun menjadi terdistorsi. Demikian pula dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini mencerminkan ketidakpastian dan tantangan besar dalam perekonomian Indonesia.
Kondisi Terkini Nilai Rupiah
Per 28 Maret 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS runtuh ke level Rp16.567,26 per dolar AS. Ini merupakan titik terendah sejak krisis moneter 1998, yang menandakan alarm serius bagi perekonomian domestik.
Situasi ini menggambarkan betapa rapuhnya mata uang Indonesia, ibarat perahu kecil yang terombang-ambing di tengah lautan ketidakpastian ekonomi global dan domestik. Bank Indonesia (BI) telah berupaya keras untuk menstabilkan situasi melalui intervensi pasar. Namun, tekanan global seperti ketidakpastian geopolitik, inflasi dunia, serta kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat membuat upaya tersebut semakin sulit. Selain itu, kebijakan fiskal pemerintah yang memicu kekhawatiran terkait defisit anggaran yang mendekati batas legal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) turut memperburuk kondisi.

Ketidakpastian Global dan Kerentanan Ekonomi Nasional
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menjelaskan bahwa kekhawatiran investor asing terhadap kebijakan fiskal pemerintah semakin meningkat. Salah satu faktor utama adalah rencana belanja besar-besaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp171 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Meskipun program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, realokasi anggaran melalui pemangkasan belanja barang hingga 40% dan subsidi yang kurang tepat sasaran menimbulkan keraguan terhadap kesehatan fiskal Indonesia.
“Belanja untuk makan bergizi gratis saja mencapai ratusan triliun, sehingga ada ketidakpastian terkait kesehatan fiskal Indonesia,” kata Media Askar kepada BBC News Indonesia pada Selasa (26/03). “Hal ini tentu saja mendorong penurunan kepercayaan investor, sehingga mereka menarik modalnya keluar dari Indonesia.”
Cadangan devisa Indonesia pun mengalami penurunan dari USD 156,1 miliar pada Januari 2025 menjadi USD154,5 miliar pada Februari 2025, sebagian besar akibat intervensi BI untuk menstabilkan rupiah. Di sisi lain, pasar saham nasional juga mengalami aksi jual besar-besaran, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh ke level yang lesu pada Februari. Investor asing telah menarik lebih dari USD 2 miliar dari saham tahun ini, yang semakin memperburuk stabilitas pasar.
Fenomena Global dan Rentannya Struktur Ekonomi Indonesia
Indonesia, sebagai negara berkembang, masih sangat rentan terhadap gejolak ekonomi global karena ketergantungannya pada impor, utang luar negeri, dan ekspor komoditas mentah seperti minyak sawit, batubara, dan gas alam. Fluktuasi harga komoditas global serta ruang fiskal yang “compang-camping” akibat defisit anggaran dan beban utang yang meningkat membuat pemerintah kesulitan untuk melakukan intervensi lebih lanjut guna menstabilkan rupiah.
Ini adalah pelajaran penting bahwa diversifikasi ekonomi dan inovasi industri sangat krusial untuk mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor rentan. Tanpa reformasi struktural, Indonesia akan terus berada dalam posisi yang lemah di hadapan volatilitas ekonomi global.
Rekomendasi dan Refleksi untuk Masa Depan
Melihat kondisi ini, Indonesia perlu melakukan reformasi menyeluruh terhadap struktur ekonominya. Pertama, pemerintah harus fokus pada industrialisasi dan pengembangan produk bernilai tambah tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah. Kedua, edukasi keuangan kepada masyarakat harus ditingkatkan agar masyarakat tidak panik dan menarik uang dari bank atau membeli dolar secara berlebihan, yang dapat memperparah pelemahan rupiah.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, bank sentral, dan sektor swasta harus diperkuat untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih tangguh. Pelemahan rupiah ke level terendah setelah krisis 1998 adalah panggilan bagi semua pihak untuk introspeksi diri dan bertindak secara bijak demi masa depan bangsa.
Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia harus belajar dari pengalaman masa lalu dan bergerak maju dengan strategi yang lebih matang. Mata uang yang kuat bukan hanya cerminan ekonomi yang sehat, tetapi juga simbol ketahanan dan kebanggaan bangsa.
Reference:
1. Nilai Rupiah Indonesia Anjlok ke Level Terendah Sejak Krisis 1998 – Travel And Tour World
2. Rupiah Sempat ke Level Terendah Sejak 1998, BI Klaim Tidak Akan Memicu Krisis Moneter | tempo.co
3. Rupiah dan IHSG anjlok mendekati level terendah – ‘Ruang fiskal Indonesia compang-camping dan rentan tergelincir krisis’ – BBC News Indonesia
4. Sejarah Terulang! Rupiah Anjlok ke Level Terendah Sejak 1998, Ekonomi Indonesia di Ambang Krisis? Halaman all – Kompasiana.com
Sayyid Sanjaya Nur Wakhid – Mahasiswa Bisnis di International Islamic University of Malaysia



